Selasa, 15 Desember 2015

Bentangan Lembah di Utara Bandung

Oleh Tristin Hartono (14150098)


Pemandangan Tebing Keraton di sebelah kiri

           Matahari pagi kemerahan memunculkan bayangan dari daun-daun hijau kekuningan yang tergantung lemas. Ladang sawah yang membentang di tengah tebing menampakkan wujudnya, menandakan tanaman siap dipanen. Tak hanya itu, kegiatan wisata juga hampir dimulai, ditandai dengan bertambahnya jumlah pesepeda yang mengayuh kendaraan mereka ke arah puncak.
           Di sanalah Dedi melakukan perjalanan bersama rekan dan istrinya menikmati ciptaan Tuhan yang baru mereka ketahui ini. Membayangkan hasil pemandangan yang akan didapatnya nanti, membuat dirinya semakin semangat melangkah, dengan harapan, jerih payah yang ia keluarkan dapat terbayar dengan sajian alam yang menakjubkan, Dedi tetap menyunggingkan senyum penuh gairahnya menapaki belokan-belokan di jalan setapak itu.

Hamparan sawah di sekitar rumah penduduk
            Jalan berliku itu memang selalu membuat wisatawan tertantang untuk segera mencapai puncak demi menyaksikan keagungan Ilahi tersebut. Kabut yang menyelimuti rumah penduduk yang seakan mendekap hamparan sawah mulai terangkat bagaikan terangkatnya selimut yang mendorong mereka memulai rutinitas. Udara segar pagi yang mengalir di sekitar Tebing Keraton tak pernah gagal memacu semangat penduduk untuk terus bekerja.
            Pohon-pohon menjulang tinggi di sebelah kiri jalan setapak yang harus dilalui wisatawan untuk mencapai puncak. Jika wisatawan tidak ingin merasa lelah atau tidak kuat dengan perjalanan menanjak yang panjang, wisatawan dapat menyewa ojek yang dibanderol Rp25 ribu untuk satu kali perjalanan.
            Sebenarnya perjalanan tersebut dapat ditempuh dengan mobil, namun kendalanya terdapat pada jalanan yang belum selesai diperbaiki, sehingga wisatawan mau tidak mau harus menempuh lagi perjalanan dengan berjalan kaki sejauh 3 KM. Namun Anda tak perlu khawatir, pasalnya, matahari yang bersinar tidak terlalu terik dan udaranya juga tidak pengap seperti di kota.
            Tantangan terberat yang harus dihadapi wisatawan yaitu tanjakan terakhir yang kemiringannya kurang lebih mencapai 150 derajat. Namun tak perlu cemas, pintu masuk Tebing Keraton sudah berdiri tegak di depan mata. Para pedagang makanan kecil dan air mineral juga siap sedia melayani permintaan pengunjung yang kelelahan. Jika sudah cukup melepas lelah, kita bisa langsung masuk ke dalam area wisata.
Lengkungan pintu gerbang yang dibuat dari batu menjulang di atas permukaan aspal. Kita dapat membeli tiket masuk dari loket yang berada di pintu masuk. Dengan membayar Rp11 ribu untuk wisatawan domestik dan Rp76 ribu untuk wisatawan asing, pengujung sudah dapat menikmati indahnya pemandangan hutan lindung dari tebing yang diberi pagar kayu.
Sedikit berjalan masuk setelah pintu gerbang, terdapat sebuah gazebo yang dilengkapi dengan meja dan kursi kayu agar pengunjung dapat merasa seperti sedang berada di alam bebas. Di sana pengunjung dapat bercengkrama sambil menikmati bekal yang mereka bawa, atau bisa langsung melewati jalan setapak menuju ujung tebing yang dihiasi pohon dan rerumputan, serta terdapat batu-batu besar yang terlihat unik karena hanya dapat dijumpai di ujung tebing.
Pemandangan sebelah kanan dari Tebing Keraton
Setelah sampai di ujung tebing, kita dapat melihat pemandangan alam yang membentang dari kiri ke kanan sejauh mata memandang. Di sebelah kiri, pemandangan didominasi dengan pegunungan yang hampir penuh dihiasi pohon pinus dan berlanjut sampai ke arah tengah tebing, sedangkan di sebelah kanan, kita dapat melihat setengah hutan pinus yang semakin apik ditambah hamparan sawah dan segelintir rumah penduduk.



Sejarah Tebing Keraton
          Tebing Keraton ini dibuka menjadi tempat wisata sejak bulan Agustus 2014. Terletak di daerah Patahan Lembang, area wisata ini satu paket dengan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda yang dibagi juga menjadi beberapa blok, yaitu Monumen Ir. H. Djuanda, Curug Dago, Museum Ir. H. Djuanda, outbound, Goa Jepang, Goa Belanda, Curug Omas, penangkaran rusa, dan Curug Koleang 
Sejarah nama “Tebing Keraton” berasal dari komunitas mahasiswa pesepeda dari Yogyakarta yang datang ke tebing ini lalu mengunggah foto tebing ini beserta kegiatan mereka ke media sosial dan memberi nama "Tebing Keraton". Sejak saat itu nama Tebing Keraton menjadi semakin dikenal oleh masyarakat luas dan pengunjung mulai datang bergerombolan untuk bersepeda atau hanya menikmati pemandangan alam.
Area ini diambil menjadi tempat wisata karena pemerintah dan dinas kehutanan setempat khawatir jika pengunjung semakin banyak dan area ini masih terlantar, tempat ini akan dirusak oleh manusia yang tidak bertanggungjawab. Jadi, sebaiknya pemerintah membuat area tebing ini menjadi tempat wisata dan dijaga dengan baik sebelum terlanjur ‘dirusak’. Tidak hanya menyediakan pemandangan yang memukau, pengunjung juga mendapat fasilitas keamanan berupa asuransi.

Jika dihitung dari mulai diresmikan sebagai tempat wisata pada Agustus sampai Desember 2014, jumlah pengunjung yang datang ke Tebing Keraton ada sekitar 500 sampai 700 orang termasuk hari Sabtu dan Minggu. Dibuka mulai pukul 4:30 pagi, area ini tak pernah sepi pengunjung sampai waktunya ditutup pada pukul 6 sore.

Prospek ke Depan
            Menurut Iwa Kartiwa, Kepala Pengelola Tebing Keraton, jika sebuah kawasan wisata belum berjalan selama 5 tahun, maka masih dianggap baru dan membutuhkan adanya pembangunan, misalnya toilet, jalanan, serta sarana, dan pra-sarana. Sedangkan jika sudah melebihi 5 tahun, maka disebut perbaikan. Sedangkan Tebing Keraton yang baru berjalan hampir 2 tahun masih membutuhkan banyak hal baru yang harus ditambah seperti jalanan setapak yang tidak licin dan berbatu, shelter untuk kendaraan, gazebo, serta camping ground.

Untuk kedepannya, pihak Tebing Keraton rencananya akan membuat lampu penerangan di jalanan setapak dalam area wisata, “Tebing Keraton ini ada rencana dibuka untuk malam juga, karena kita sebagai pengelola lapangan dan pihak terkait di lapangan sudah mengukur jalan untuk lampu penerangan, “ ujar Iwa. Tujuannya, yaitu agar jika sudah dibukanya wisata malam, wisatawan dapat berjalan tanpa direpotkan oleh penggunaan senter atau alat penerangan lain.

Tidak hanya fasilitas, namun mereka juga bertekad untuk memberikan pengamanan wilayah yang lebih intens melalui tenaga kerja yang dapat berinteraksi secara baik dengan masyarakat. Oleh karena itu, maka pihak Tebing Keraton merekrut anggota penjaga keamanan yang mumpuni, misalnya partisipan dari masyarakat.

“Ada masyarakat sekitar sini yang tergabung dalam partisipatif. Partisipatif itu adalah sekelompok masyarakat atau perwakilan dari desa yang diperbantukan oleh dinas kehutanan, “ jelas Iwa.
Adanya tim perwakilan dari desa untuk menjaga keamanan Tebing Keraton membuat hubungan antara penjaga Tebing Keraton dengan masyarakat di lingkungan sekitarnya tidak terlihat begitu kaku atau canggung karena kebanyakan dari mereka sudah cukup mengenal satu sama lain.
Nah, jika Anda memiliki rencana untuk pergi berlibur ke Bandung, khususnya di Bandung Utara, tidak ada salahnya jika nama Tebing Keraton tercatat dalam daftar tujuan wisata Anda.