Senin, 16 April 2018

Journey of Revealing The Truth

Tristin Hartono (14150098)
sumber: eile.ie

 “The only way to protect the right to publish, is to publish.”
Kalimat tersebut masih menempel di pikiran saya sejak credit title ditayangkan. Ben Bradlee, yang diperankan oleh aktor kawakan, Tom Hanks, dengan jelas mengucapkan pernyataan itu ketika ia bersikeras ingin menerbitkan berita yang dapat mempertaruhkan nasib perusahaan surat kabar The Washington Post.

Mengambil latar waktu di tahun 1971, ketika perang Amerika-Vietnam hampir berakhir, film besutan Steven Spielberg ini  lagi-lagi berhasil mencetak 13 prestasi pada 12 ajang penghargaan film di Amerika. Selain Tom Hanks yang sudah menjadi "langganan" memerankan film arahan Spielberg, kita dapat melihat hadirnya Meryl Streep yang memegang peran sebagai karakter utama, yakni Katharine “Kay” Graham, pemilik perusahaan The Washington Post.

Selain kedua tokoh di atas, saya turut menyadari keberadaan karakter yang mondar-mandir di beberapa film yang saya tonton seperti Steve Jobs (2015), Doctor Strange (2016), Call Me by Your Name (2017) hingga The Shape of Water (2017), yap, the kinda-underrated actor, Michael Stuhlbarg, si pemeran tokoh Abe Rosenthal, editor eksekutif harian The New York Times.

Daftar pujian yang terpampang di poster film membuat pendapat saya menjadi agak subjektif, bahkan sebelum menonton film ini. Ditambah lagi, janji dosen kelas Media Online yang dengan antusias mengajak kami sekelas untuk menonton bersama di bioskop. Saya yakin bahwa film ini akan menjadi salah satu film yang menggugah antusias saya, dan tak kalah penting, plot cerita yang menyinggung media massa diperankan oleh aktor yang tak diragukan lagi kemampuan beraktingnya.

Gambaran Plot

Konflik dimulai ketika Daniel Ellsberg (Matthew Rhys) mencuri data negara berisi dokumen perang Amerika-Vietnam yang kini disebut “Pentagon Papers”. Harian The Washington Post (selanjutnya disingkat “The Post”) yang saat itu sibuk dengan masalah peliputan pernikahan salah satu putri Presiden Nixon mendapat kabar bahwa harian The New York Times merilis berita yang menyatakan bahwa Nixon dan beberapa presiden sebelumnya memalsukan informasi perang dan mengirim tentara sebanyak mungkin meskipun pada akhirnya Amerika akan mengalami kekalahan dari Vietnam.

The Post menjunjung tinggi peran surat kabar yang harus berimbang dalam menyajikan informasi. Oleh karena itu, Ben Bradlee, sebagai editor eksekutif, merasa berkewajiban untuk merilis berita sesuai fakta yang akhirnya mengantarkan cerita pada perselisihan antara dirinya dengan Frederick “Fritz” Beebe (Tracy Letts), chief officer The Post.

Fritz yang tidak terlalu peduli tentang fakta yang seharusnya diungkapkan ke khalayak bersikeras menolak publikasi tersebut, sebab ia lebih fokus terhadap kestabilan saham The Post. Pada titik inilah Kay Graham harus memutuskan, antara mempertahankan kelangsungan bisnis surat kabarnya, atau membiarkan fakta tersebar di masyarakat.

Gambar yang ditata dengan apik melalui perspektif (dari penggunaan rule of third), pencahayaan, fokus, dsb. membuat para penonton tenggelam dalam imajinasi sang sutradara. Sebab, pada 30 menit pertama saja saya sudah memerhatikan gerakan kamera yang halus membingkai suasana lalu mengikuti objek yang dituju.

Sebagai orang awam pun, saya merasa dimanjakan dengan hasil tangkapan gambar arahan Spielberg. Meskipun bukan hal kecil untuk diperhatikan oleh seorang sutradara, namun keramaian yang terlihat natural di kantor The Post entah kenapa membuat saya merasa puas dengan hasil karya Spielberg yang satu ini, termasuk segelintir karakter yang merokok di dalam gedung (bahkan lift), demi menggambarkan suasana kantor surat kabar tahun 70an.

Menyinggung Feminisme
Kedatangan Kay Graham di American Stock Exchange
Selain cerita yang berfokus pada dilema yang dialami Kay, saya juga menemukan pelanggaran terhadap paham feminisme. Kay Graham, sebagai wanita pertama yang masuk dalam “Fortune 500 CEO in 1972”, saat itu belum memiliki pedoman bertingkah laku di tengah para pria pebisnis sehingga ia melakukan sedikit kesalahan saat pertama kali menghadiri American Stock Exchange yang ditandai dengan gerakan pelan moderator menahan bahu belakang Kay saat ia akan berdiri.

Kay Graham menarik tumpukan berkas dari mejanya
Contoh lainnya adalah ketika Kay sarapan dengan Ben, meskipun pangkat Kay lebih tinggi, namun Ben berani menegur Kay yang menaruh tangan di atas meja makan, lalu diikuti dengan adegan rapat Kay dengan para bankir, di mana ia merasa canggung ketika menaruh tumpukan berkas di atas meja yang setelah itu diturunkannya dari atas meja, hingga para bankir yang kompak menganggap remeh sistem perekonomian The Post karena perusahaan itu dipimpin oleh seorang wanita, seperti yang diutarakan Arthur Parsons (Bradley Whitford) usai rapat.

Banyaknya karakter wanita dengan “pangkat” yang lebih rendah di masyarakat membuat saya mulai mengagumi sosok Kay Graham. Ia dapat menjadi tokoh wanita yang stand out tidak hanya di antara para wanita, tapi juga di tengah pria dengan kedudukan tinggi. Ia pun dengan lapang dada membiarkan ayah kandungnya memberikan warisan bisnis untuk suaminya, Phil Graham, lalu meninggalkan kehidupannya bersama anak-cucu ketika suaminya harus pergi untuk selama-lamanya hingga mendedikasikan diri untuk terus mempertahankan perusahaan keluarganya. I mean, she’s such a generously strong woman, though!
 

Meski diderai berbagai pujian, namun saya punya kritik tersendiri untuk film yang satu ini. Menurut saya, film ini kurang cocok jika dijadikan tontonan keluarga dengan anak-anak di bawah umur, karena cerita yang disajikan agak berat dan cukup membuat penonton Indonesia yang tidak mengerti istilah atau merk produk Amerika harus memutar otak sedikit lebih keras, misalnya ketika salah satu bankir yang menghadiri rapat membicarakan tentang Gannett’s Knight Ridder, yakni salah satu perusahaan media surat kabar dan internet yang berhenti berfungsi sejak 2006. See, saya pun harus menjelajahi internet terlebih dulu untuk mengetahui apa yang sedang mereka bicarakan.

Secara keseluruhan, film yang saya beri rating 7.5/10 ini cocok ditujukan bagi penonton yang tertarik dengan film berplot “berat” yang dibumbui sejarah kelamnya Amerika saat dipimpin Richard Nixon, juga sebagai contoh bagaimana hoax sudah ada sejak zaman dulu, serta seberapa besar perjuangan media massa cetak yang menjunjung tinggi kebenaran informasi harus melalui rintangan demi menunjukkan fakta sebenarnya. Presumably, this is a film about the journey of revealing the truth. (TH)

Rabu, 28 Februari 2018

Imlek: Tradisi Penuh Makna

Oleh Tristin Hartono (14150098)
Image result for gambar cartoon imlek
sumber: antvklik.com
Musim semi sudah datang! Inilah saatnya bagi para petani di China untuk segera melakukan perayaan besar. Festival kebudayan ini sudah menyebar hingga ke Indonesia, Tahun Baru Imlek namanya. Di China, festival ini diadakan untuk merayakan hari pertama musim semi.

Tak hanya masyarakat etnis Tionghoa, namun hampir seluruh kota besar di Indonesia turut memeriahkan acara kebudayaan ini. Misalnya rangkaian ornamen yang didominasi warna merah dapat kita lihat meramaikan tempat tertentu seperti pusat barang grosir (khususnya Jakarta Pusat), bank, hingga beberapa pusat perbelanjaan.

Bagi etnis Tionghoa sendiri, momen Imlek digunakan sebagai kesempatan untuk bertemu dan bercengkrama dengan anggota keluarga yang jarang ditemui. Nah, saya yang sudah merayakan Imlek sejak kecil pun tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Yap, angpao!

Amplop khas berwarna merah yang biasanya dihiasi oleh motif atau gambar lucu ini memiliki daya tarik tersendiri untuk setiap orang. Mulai dari desain hingga jumlah isi angpao adalah hal yang disukai setiap orang yang menerimanya.

Selain angpao, masih banyak aksesoris lain yang “menghiasi” Tahun Baru Imlek, seperti barongsai, pakaian baru berwarna merah, pohon dengan bunga sakura yang diberi hiasan angpao, lampion kertas yang digantung di langit-langit rumah, dan tak lupa, ragam hidangan khas Tionghoa yang disajikan dalam jumlah besar.
Related image
sumber: surabayatimes.com

Hidangan Khas Imlek
Perayaan Imlek berlangsung selama 2 hari atau lebih, tergantung seberapa banyak keluarga yang harus dikunjungi. Di hari pertama, tuan rumah yang melakukan open house biasanya menyajikan banyak makanan ringan (snack) hingga makanan berat.

Makanan khas yang wajib ada saat Imlek adalah beragam jenis kue kering, seperti kue nastar, kue putri salju, kastengel, lidah kucing, dan kue kacang. Selain itu, hidangan utama yang biasanya terdiri dari mi, seafood, dan berbagai jenis daging halal dan non halal pun tak boleh ketinggalan.

Tak hanya beragam, beberapa makanan khas ini juga memiliki nilai tersendiri. Contohnya adalah kue nastar yang melambangkan keberuntungan. Berasal dari Bahasa Hokkian, “ong lai” yang secara harafiah berarti pir emas, kue nastar juga berarti keberuntungan datang. Warna emas yang terpancar dari kue nastar, serta lembut dan manisnya nanas dalam balutan adonan kue melambangakan rezeki berlimpah. Semakin banyak isi nanas, semakin berlimpah juga rezekinya.

Selanjutnya ada mi goreng yang berarti anugerah umur panjang, kebahagiaan, dan rezeki melimpah bagi setiap orang yang memakannya. Selain kue dan hidangan utama, ada juga jeruk yang disajikan bersama daun dan tangkainya. Jeruk yang berwarna emas dan agak berat diartikan sebagai emas, sedangkan adanya tangkai dan daun berarti kemakmuran dan kesejahteraan yang akan selalu tumbuh.
Related image
sumber: asumsi.co


Ritual Kegamaan
Tahun Baru Imlek identik dengan ritual salah satu agama yang diakui di Indonesia, yakni agama Budha. Saat hari pertama Imlek, umat Budha biasanya mengunjungi kelenteng atau vihara di pagi hari untuk melakukan sembahyang kepada leluhur. Setelah itu, akan ada beberapa anak remaja yang menampilkan pertunjukkan barongsai di sekitar kelenteng atau vihara.
Related image
sumber: kelanakota.suarasurabaya,net

Kata “barongsai” berasal dari gabungan 2 bahasa, yakni Bahasa Bali dan Tionghoa dialek Fujian (Hokkien). Secara etimologis, barongsai terbagi menjadi 2 kata, “Barong” (Bali) dan “Sai” (Tionghoa), yang sama-sama berarti “singa”.

Wu Chenxu, Guo Licheng dan Ye Deming dalam bukunya Zhongguo de Fengsu Xiguan (Taipei, 1977) mengatakan bahwa bangsa Tionghoa adalah bangsa yang mengutamakan kebersamaan dan tidak bersifat individualis. Pertunjukkan barongsai yang melibatkan belasan orang adalah salah satu contohnya. Setiap pemain barongsai memiliki tugas masing-masing.

Tidak ada tugas yang tidak lebih penting dari yang lainnya. Satu tim barongsai membutuhkan 2 hingga 3 orang untuk membawakan tarian dengan kostum singa, lalu ada anggota lain yang memainkan alat musik khas, seperti simbal (cai-cai), gong (nong), dan tambur. Setiap anggota tim harus saling kompak memberikan pertunjukkan, di sanalah kerja sama dan kekompakan dibutuhkan.
Related image
sumber: telegraph.co.uk

Perayaan Pasca Imlek
Selama seminggu sejak hari pertama perayaan Imlek, masyarakat etnis Tionghoa tidak diperbolehkan untuk menyapu atau membersihkan rumah mereka. Konon katanya, jika kita menyapu rumah berarti menyapu (mengusir) rezeki yang datang saat Imlek berlangsung.

Lima belas hari setelah Tahun Baru Imlek, ada perayaan lagi yang dirayakan, yaitu Cap Go Meh. Secara harafiah, Cap Go Meh berarti “lima belas malam”, berasal dari dialek Hokkien. Ini adalah hari terakhir perayaan Imlek, di mana etnis Tionghoa melakukan tradisi makan onde dan kue keranjang.

Kue onde yang berbentuk seperti bola dengan taburan biji wijen di luarnya akan mengembang ketika digoreng, ini melambangkan keberuntungan yang semakin bertambah seiring “dimasak”, sedangkan kue keranjang atau “Nian Gao” yang berarti kue tahunan juga mempunyai artinya tersendiri.

Related image
sumber: indonesia-tourism.com
Secara filosofis, kue keranjang yang terbuat dari tepung ketan dan memiliki sifat lengket memiliki arti persaudaraan yang sangat erat dan menyatu. Rasa kue keranjang yang manis juga menggambarkan rasa suka cita dan kegembiraan.

Bentuk kue yang bulat dan tak bersudut juga mempunyai maknanya tersendiri, bentuk ini melambangkan hubungan keluarga yang tidak melihat ada yang lebih penting selain keluarga dan akan selalu bersama tanpa batas waktu.


Zaman boleh berubah, generasi akan berganti seiring waktu, umur akan semakin berkurang yang berarti momen berkumpul kembali dengan sanak saudara akan berkurang, namun sifat tahan lama kue keranjang dapat mewakili pesan yang harus diingat setiap generasi etnis Tionghoa; hubungan keluarga akan tetap abadi meski zaman sudah berganti.
Image result for kue keranjang
sumber: id.openrice.com

Selasa, 06 Februari 2018

Berakhir Pekan di "Surganya Indonesia"

Oleh Tristin Hartono (14150098)
 
Pantai Melasti. (Dok. Penulis)
Oktober, 2017, ketika saya bersama teman-teman iseng merencanakan perjalanan ini, “Bangkok?”, “Jogja aja,” “Nggak ah, Jogja lebih horor daripada Bali, “Kalau gitu kita ke Bali aja! “Atau mau ke Malang?” percakapan ini berlanjut, sehingga masih di bulan yang sama, pesawat dengan penerbangan Jakarta-Denpasar dan sebaliknya di tanggal 2 dan 4 Februari sudah terpesan untuk 5 orang.

“…and welcome to Bali.” Tutup seorang wanita dari pengeras suara di pesawat yang memecah keheningan di otak saya, menguapkan memori yang teringat ketika perjalanan ini hanya sebuah guyonan belaka.

Kami sampai di pintu kedatangan ketika seorang tour guide yang juga teman salah satu ‘wali’ (pembina kegiatan gereja‒red) kami menyambut dengan senyuman. “Kenalin, ini namanya Ko Puji,” ujar pembina wanita kami, Ci Feciana. Mengikuti budaya kami semua, yakni etnis Tionghoa, adalah hal biasa untuk memanggil “Cici” dan “Koko”.

The Adventure Begins
Perjalanan ini diawali dengan santap siang di Warung Cahaya yang menyediakan hidangan non-halal. Lalu setelah melakukan check-in di hotel, perjalanan dilanjutkan dengan mengunjungi Pantai Canggu di Kuta Utara. “Akhirnya, udara pantai!” saya membatin. Saat itu matahari masih tinggi, yang untungnya berbanding lurus dengan semangat kami.

Angin yang berembus pelan melahirkan deburan ombak yang tenang, hingga mengantarkan saya pada ketenangan sementara dari hiruk pikuk Kota Jakarta. Meski pasir pantai terlihat agak kotor dan berwarna gelap, namun view berupa anjing liar yang tinggal di pura dekat pantai membuat saya dapat melihat, bagaimana anjing dapat hidup berdampingan dengan manusia.

Setelah beberapa kali mengambil swafoto bersama, tiba-tiba seekor anjing ras besar berwarna hitam mendatangi saya. Sembari menggigit botol minum bekas berisi sedikit pasir, ia melepaskan gigitannya, membiarkan botol itu terjatuh di kaki saya.
 
Stanley dan pemiliknya sedang bermain di pantai. (Dok. Penulis)
Meski belum kenal, namun anjing betina yang akhirnya diketahui bernama “Stanley” ini tidak berusaha menghindar atau menggigit ketika saya usap kepalanya. Kode yang ia kirim saya jawab dengan mengambil botol yang ia berikan, lalu melemparnya ke arah laut. Ia berlari dengan semangat, mengambil botol mainannya tersebut, lalu kembali ke kaki saya melakukan hal yang sama.

Perjalanan dilanjutkan dengan menikmati gelato yang konon hanya ada di Bali, sebab sisanya hanya ada di luar Indonesia, Gusto Gelato namanya. Harga yang ditawarkan pun setara dengan lezatnya varian rasa es krim yang beragam, mulai dari spicy chocolate, hingga lemongrass (sereh) dan Kemangi.

Hari pertama di Bali ditutup dengan berbelanja di Krisna, Kuta, di mana sebelumnya kami sudah menyantap Soto Bakso Warung Wijaya. Saya sangat menyarankan Anda untuk mencoba soto bakso yang terdapat di Jalan Kuta Raya ini jika Anda adalah penyuka soto daging, sebab kuah yang disajikan sangat khas dengan tambahan daging dan bakso sapi yang kenyal dan juicy.

Burn the Skin!
Di hari kedua, kami mengunjungi tempat yang tak terduga. Sejak meninggalkan hotel, saya terlelap akibat didukung cuaca agak mendung, dan menyerahkan rencana perjalanan kepada Ci Feciana dan Ko Puji. Selang beberapa waktu, saya dibangunkan dengan penampakan tebing kapur yang menjulang tinggi dan lebar menghiasi jalanan.

Setelah mengikuti jalan menanjak ke arah puncak tebing, tampaklah proyek megah setinggi 120 meter yang melibatkan ratusan seniman dan ‘trailer’nya sudah ada sejak 1997 di Desa Ungasan, Kuta Selatan. Ya, patung Garuda Wisnu Kencana (GWK)… dari jarak dekat! Meski patung ini terkenal, namun belum banyak wisatawan yang bertandang ke tempat ini.
Patung Garuda Wisnu Kencana. (Dok. Penulis)

Perjalanan dilanjutkan ke Pantai Melasti. Namun, mobil terhenti di pinggir jalan. Ko Puji mengiyakan permintaan kami untuk berfoto di jalan aspal dekat Banyan Tree Chapel yang dihiasi dengan pepohonan dan tebing kapur. “Yuk, kita naik tangga dekat sini,” ujarnya setelah kami selesai berfoto.
Jalan di pinggir Banyan Tree Chapel. (Dok. Penulis)

Awalnya saya bingung, sebab pantai tujuan kami sudah terlihat di depan mata dan kami seharusnya turun ke arah pantai, bukannya naik. Namun, saya hanya mengikuti arahan tour guide. Bagi Anda yang kurang kuat menanjak tangga dan tidak berani dengan ketinggian, tur ini kurang disarankan.
 
Tangga menuju tebing kapur Melasti. Berani mencoba? (Dok. Penulis)
Kami mendaki kurang lebih hampir 100 anak tangga, lalu menapaki jalan setapak dengan bebatuan licin, dan kami sampai di bebatuan karang terjal nan tinggi. Inilah yang disebut dengan surga yang terletak di balik tebing kapur berkelok. Cahaya matahari yang bersembunyi di balik awan sirostratus dan deburan ombak dari bawah sana menjadi pelengkap tur Pantai Melasti ini.

Asik berfoto di tebing tak membuat kami melupakan tujuan utama, pantai! Kami kembali ke mobil, lalu Ko Puji mengantarkan kami ke ujung pantai Melasti yang benar-benar tidak dijamah pengunjung. Tidak heran, pantai kecil yang dihiasi aspal yang hancur terkena abrasi ini sepertinya sering pasang ketika hujan, dan pasir hitamnya didominasi oleh batu besar, sayangnya, hanya saya yang menyukai suasana ini.
 
Bagian ujung Pantai Melasti, hampir tak terjamah manusia. (Dok. Penulis)
Berkeliling Discovery Mall, berbelanja sandal yang hanya tersedia di Bali, Fipper, dan menyantap Babi Guling Bu Dayu menjadi penutup di hari kedua ini. Rasanya saya masih butuh beberapa hari lagi untuk berkelana menjelajahi Bali. Namun, waktu berkata lain, saya harus segera berkemas agar esok pagi dapat pergi ke gereja dan meninggalkan hotel lebih cepat.

Good Bye Bali
Sepulang dari gereja, kami menyantap sarapan sate babi di Jalan Buni Sari, lalu melancong ke toko snack kekinian, Rasalokal, dan lanjut ke Beachwalk, Kuta, sebelum akhirnya makan Nasi Tempong Indra di Jalan Dewi Sri, Legian, dan mengakhiri perjalanan kami di Bali.

Overall, perjalanan pertama ke Bali selama 3 hari 2 malam ini cukup berkesan bagi saya yang menyukai petualangan di tempat yang tidak terlalu ramai. Meskipun saya tidak terlalu menikmati wisata kuliner dan merasa kurang puas karena tidak mengunjungi pura karena berhalangan, namun kebersamaan di perjalanan adalah hal yang saya utamakan walau harus membiarkan kulit saya terbakar akibat harus mengabadikan momen terbaik kami.
 
Bonus! Hasil swafoto di Pantai Canggu ditemani teriknya matahari. (Dok. Penulis)

Jika Anda berminat untuk melakukan perjalanan ke Bali bersama rombongan kecil dan ingin lebih mengeksplor tempat-tempat unik yang mungkin sangat jarang dikunjungi wisatawan, Anda dapat menyewa jasa tour guide Ko Puji dengan menghubungi nomor WhatsApp +62-818-0886-3212/+62-813-5366-1688. Dengan harga bersahabat, Anda sudah dapat berkeliling Bali dan mendapat teman tour guide baru lho, hihihi… (TH)

Minggu, 22 Oktober 2017

Kantong Sekarat di Tanggal Tua? No Way!

Oleh Tristin Hartono

Image result for kantong sekarat di tanggal tua
image source: hipwee.com

Kuliah adalah masa dimana kita mulai membangun kehidupan sendiri. Nggak hanya di bidang akademik, tapi kita juga bisa nih mulai menata masa depan melalui pencapaian atau biasa disebut ‘goals’. Jangan cuma nungguin uang jajan dari orang tua (ortu), karena one day uang jajan itu akan di-stop juga sama ortu, karena itulah gue mau ngajak kalian untuk mulai berusaha sendiri, membangun bisnis melalui beberapa bisnis yang bisa dilakuin mahasiswa. Nggak butuh modal yang gede-gede amat kok, kalian hanya perlu niat, dan passion juga tentunya, karena nggak mungkin ‘kan kita ngejalanin usaha yang nggak kita suka.

Nah, berikut ini beberapa bisnis yang bisa kita mulai sejak dari bangku kuliah dilansir dari berbagai sumber:
1.      Jasa Endorsement
Hidup di era digital dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih ini memudahkan kita sebagai generasi milenial untuk menambah koneksi melalui media sosial. Kalau kalian punya akun media sosial yang sedang hits saat ini seperti Instagram, Youtube, Twitter, dan sebagainya, kalian boleh banget nih untuk memulai bisnis yang satu ini. Bermodalkan banyak followers dan kreativitas kalian dalam mengunggah postingan, kalian boleh banget loh menawarkan jasa endorsement pakaian, makanan, atau produk lain ke para penjual, atau bisa juga dimulai dari teman-teman terdekat yang baru membuka bisnis serupa.

2.      Penerjemah (translator)
Siapa bilang translator hanya bisa dilakoni oleh mereka yang punya gelar S1 kebahasaan? Memang sih mahasiswa bahasa mempelajari bahasa dan budaya asing, tapi kalau kalian punya kemampuan berbahasa secara otodidak, bisnis yang satu ini boleh juga untuk dicoba. Bermodalkan laptop, koneksi internet, skill berbahasa, dan ketertarikan untuk menerjemahkan bahasa, kalian udah bisa melakukan pekerjaan ini dari kamar kos, loh!

3.      Proofreader
Buat kalian yang suka cari-cari kesalahan dalam penulisan, boleh dicoba nih bisnis yang satu ini. Berbeda dengan editor, proofreader adalah orang yang memperbaiki penulisan suatu naskah berdasarkan Ejaan yang Disempurnakan (EyD). Tugas proofreader biasanya mencari kesalahan tanda baca atau penggunaan huruf kapital dalam 50-100 halaman naskah per hari. Lumayan nih, buat mahasiswa yang lagi gabut nggak ada tugas, mending cari uang jajan tambahan, ya ‘kan?

4.      Tenaga pengajar les privat atau bimbel
Kalian suka bantuin temen belajar? Boleh dong mengalokasikan skill mengajar kalian buat adik-adik yang masih sekolah. Banyak kok lembaga penyedia tenaga pengajar yang selalu membuka lowongan buat mahasiswa yang mau cari uang tambahan dengan mengajar, kalian bisa googling juga tempat bimbel terdekat di daerah kalian biar tempat kerjanya nggak jauh-jauh dari tempat tinggal dan kampus.

5.      Jasa memperbaiki alat elektronik
Buat teman-teman yang kuliah di jurusan teknik, yuk coba mempraktekkan ilmu yang kalian miliki dengan mencoba bisnis yang satu ini. Selain mengaplikasikan ilmu dalam kehidupan sehari-hari, kalian juga lebih mengerti seluk-beluknya mesin ketika menghadapi materi di kampus. Nggak harus punya toko di Glodok, yang penting kalian punya alat-alat/tools yang bisa dipakai untuk memperbaiki barang elektronik seperti laptop atau komputer.

6.      Jasa fotografer dan videografer
Seni adalah hal yang nggak bisa lepas dari jiwa muda membara yang dimiliki mahasiswa. Nggak menutup kemungkinan kalian bisa memanfaatkan skill mengambil foto dan mengedit video untuk mendapat uang jajan tambahan. Untuk mengasah bakat ini, kalian bisa ikut Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang membahas tentang teknik pengambilan gambar dan editing video. Selanjutnya, coba apply di pemberi jasa foto studio dan outdoor, atau boleh juga kerja sama teman yang punya bisnis endorsement untuk memotret produk yang mereka endorse.

7.      Membuka bisnis makanan
Snack atau cemilan adalah hal yang nggak pernah dilewati oleh hampir setiap orang di waktu senggang. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, snack udah bukan hal asing lagi. Nah kesempatan inilah yang bisa dipakai mahasiswa untuk berbisnis. Nggak harus langsung buka toko juga kok, kalian bisa mulai dari sosial media dengan menggunakan sistem pre-order (PO). Melalui ide kreasi makanan ‘kekinian’ seperti penggunaan matcha, keju mozzarella, hingga bumbu pedas berlevel, kita bisa membuat variasi makanan baru yang menarik.

8.      Bisnis pulsa elektrik
Mengingat hampir semua kegiatan komunikasi dilakukan melalui handphone, kita udah nggak jauh-jauh nih dari penggunaan pulsa dan kuota internet. Bisnis pulsa elektrik juga bisa menjadi alternatif buat kalian yang lagi sibuk sama kegiatan kampus dan nggak punya banyak waktu untuk melakukan banyak kegiatan di luar kampus. Pasalnya, bisnis pulsa elektrik ini bisa kalian kerjakan dimana pun melalui handphone kalian. Untung yang bisa kalian dapat juga lumayan nih, sekitar Rp500-Rp1500, hanya saja kita harus siap dengan konsekuensi berupa teman-teman yang berhutang pulsa. Eits, tenang aja, konsekuensi ini bisa kalian minimalisir dengan pemberian tenggat waktu pembayaran, kok!

9.      Bisnis online shop (olshop)
Follow akun jualan gue dong di IG”, atau “Tolong bantu promosi dagangan phone case gue dong guys,” kalian tentunya udah nggak asing dengan celotehan di atas. Ya, berjualan melalui olshop udah jadi hal lumrah yang dijalani mahasiswa saat ini. Didukung dengan berbagai macam aplikasi e-commerce, kita udah bisa mempromosikan barang dagangan secara viral. Kalau kalian nggak mau ribet simpen barang dagangan di rumah atau kamar kos, bisa juga kok menggunakan sistem dropship atau menjadi reseller.

10.  Bisnis clothing line
Punya kenalan tempat print kaos berkualitas dengan harga terjangkau? Bisa ngedesain atau punya teman yang suka ngedesain? Bisa banget tuh buat diajak berbisnis. Kalian bisa memulai dengan membuat contoh desain kaos, difoto, lalu pajang di media sosial. Jangan lupa untuk update desain baru terus, ya! Setelah itu, tarik pembeli dengan menawarkan promosi berupa diskon, membership, atau gratis ongkos kirim juga boleh. Promosikan deh ke teman-teman sekitar.

Semoga kalian bisa mendapat inspirasi dan mulai mengambil langkah, ya, dari 10 ide bisnis yang udah gue ulas di atas. Jangan pernah takut untuk memulai, karena “First step is the hardest,” kata penyanyi Greyson Chance. Oh iya, ada tips nih buat kalian yang merasa belum siap memulai bisnis. Pertama, cari tau bakat dan kemampuan kalian, temukan passion. Kedua, tentukan bisnis yang sesuai dengan minat dan bakat. Selanjutnya, persiapkan konsep yang kreatif dan tersusun, jangan sampai berantakan di tengah jalan ya, guys. Terakhir, let’s wake up from our dream and make it real. Kalau udah punya bisnis, udah nggak takut lagi dong sama tanggal tua? Good luck!

(TH)

Rabu, 07 Desember 2016

The Sunrise of Java



Oleh Tristin Hartono (14150098)

                Pernahkah Anda membayangkan sebuah kerajaan yang memiliki sungai dengan bau yang harum? Atau pernahkah terpikir oleh Anda, bagaimana asal mula nama sebuah kota di ujung  timur Pulau Jawa yang dijuluki The Sunrise of Java ini?

    Dinamakan "Sunrise of Java" karena Banyuwangi adalah kota pertama di Pulau Jawa yang mendapat sinar matahari setiap paginya.
                Namun berdasarkan mitos cerita rakyat yang melegenda, nama Banyuwangi, yang secara etimologis berasal dari bahasa Sansekerta banyu yang berarti air, dan wangi yang berarti bau yang harum, menceritakan kisah kejujuran seorang istri terhadap suaminya.
                Pada suatu hari, di timur Pulau Jawa terdapat sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Raja Sulakrama bernama Kerajaan Blambangan di Negeri Sindurejo. Raja Sulakrama memiliki seorang ksatria yang bernama Raden Sidapaksa. Ksatria ini memiliki seorang istri cantik bernama Sri Tanjung, keturunan bidadari yang menikah dengan manusia.
                Raja yang terpikat dengan kecantikan Sri Tanjung berniat untuk merebutnya dari Raden Sidapaksa. Akhirnya raja mengutus ksatrianya untuk melakukan tugas yang cukup rumit. Dikutip dari Wikipedia, Raden Sidapaksa diutus untuk mengantarkan surat ke Swargaloka (surga). Tanpa ia tahu, ternyata raja telah “membelokkan” isi surat tersebut.
                Saat kembali dari Swargaloka, Raden Sidapaksa melihat istrinya sedang dipeluk oleh Raja Sulakrama. Sri Tanjung yang sejak tadi terus menolak raja akhirnya difitnah bahwa ia adalah seorang penggoda. Raden Sidapaksa yang merasa terkhianati akhirnya terbakar oleh api cemburu. Ia ingin istrinya dihukum mati.
                Sebelum dibunuh, Sri Tanjung memperingatkan, jika yang mengucur dari tubuhnya darah, berarti ia bersalah, namun jika air berbau harum yang keluar, ia tidak bersalah. Tanpa pikir panjang, Raden Sidapaksa segera menikam istrinya dengan keris yang ia pegang. 
Namun akhirnya, takdir berkata lain, cairan yang keluar dari tubuh Sri Tanjung bukanlah darah, melainkan air yang harum baunya. Raden Sidapaksa pun sangat menyesali perbuatan gegabahnya. Mulai hari itu, sungai berbau harum di daerah kerajaan Blambangan diberi nama “Banyuwangi”.
Pada versi lain, diceritakan bahwa mayat Sri Tanjung dilempar ke sungai yang keruh, lalu air tersebut berubah menjadi jernih dan harum. Namun berdasarkan informasi yang disebarkan oleh Wikipedia, Sri Tanjung dibangkitkan kembali dari kematian dan hidup bahagia bersama Raden Sidapaksa.
Para dewa memerintahkan Sidapaksa untuk menghukum kejahatan Raja Sulakrama. Ia pun membalas dendam dan berhasil membunuh Raja Sulakrama dalam suatu peperangan. Konon air yang harum mewangi itu menjadi asal mula nama tempat tersebut. Maka sampai sekarang ibukota kerajaan Blambangan dinamakan Banyuwangi, bermakna air yang wangi.

Di samping itu, masih terdapat banyak versi yang menceritakan tentang penamaan Kota Banyuwangi. Namun pada intinya, nama "Banyuwangi" berasal dari sejarah kejujuran dan keteguhan seorang istri terhadap suaminya.
Ilustrasi pembunuhan Sri Tanjung oleh Raden Sidapaksa


Suasana desa di sekitar Kerajaan Blambangan dalam bentuk lukisan

Arca yang menceritakan tentang sejarah penamaan Banyuwangi

Selasa, 29 November 2016

Melarikan Diri Menikmati Sunset di Pulau Tidung



Oleh Tristin Hartono (14150098)
 
                Jernihnya laut terpampang jelas menyambut kedatangan saya ke pelabuhan utama. Hijau emerald dan putih pucat saling bertabrakan membentuk susunan karang dengan laut. Angin lembut menghibur pohon nyiur yang menari menghiasi imajinasi pendatang tentang petualangan mereka di pulau yang masih menjadi bagian dari Ibukota Indonesia ini.

                Teriknya sang Surya tak menghalangi pelancong untuk memulai to-do list mereka dalam menghabiskan akhir pekan disini. Penat yang menumpuk setelah kurang lebih 2.5 jam terbendung di kapal akhirnya bisa ditumpahkan. Lalu lalang penumpang pun tak dapat terelakkan.

                "Kak Jenny! Saya Agus dari homestay," teriak seorang pria dari pintu pelabuhan menjemput kami ke tempat peristirahatan. Tak lupa, senyum hangat penduduk terlukis ketika saya dan teman-teman melewati mereka. "Selamat datang di Pulau Tidung," lanjut Pak Agus.

                Kerikil-kerikil di jalan mengiringi perjalanan pengunjung pulau yang bersepeda menuju komplek homestay. Selepas itu, pengunjung dapat berkeliling pulau seluas 109 hektar yang dihuni oleh kurang lebih 5000 jiwa ini.

                Dengan jumlah penduduk yang cukup banyak jika dibandingkan dengan luas pulau, tak heran jika kita dapat melihat padatnya rumah-rumah berukuran kecil dan gang-gang sempit yang bertebaran di sepanjang  pulau.

Jembatan Cinta di siang hari, dan Pulau Tidung Kecil (kiri)
                Dipenuhi oleh wisatawan dan tour guide, Pulau Tidung terlihat “tak ada matinya”. Mulai dari ujung pelabuhan hingga sebuah jembatan yang menghubungkan Pulau Tidung Besar dengan Pulau Tidung Kecil, semua terlihat padat dan ramai.

Wahana Banana Boat
                Tak hanya wisata keliling pulau dan menikmati pantai, pengunjung juga dimanjakan dengan berbagai permainan air yang dapat menguji adrenalin, seperti Banana Boat, Ice Cream, maupun Speed Boat. Tapi, jika Anda ingin menikmati wisata yang lebih aman dan tenang, Anda dapat mencoba berfoto dengan karang di dasar laut.

Wahana Ice Cream 
                Berbekal kacamata selam, kamera underwater, dan seorang tour guide yang juga dapat berfungsi sebagai kameramen, pengunjung diberikan perlengkapan menyelam seadanya, lalu diantar ke tengah laut dangkal oleh nahkoda, dan dibiarkan menyelam memberi makan ikan-ikan hias khas pulau yang tentunya jarang ditemui di Jakarta.

                Dibanderol dengan harga yang cukup bersahabat, yakni sekitar Rp 25-30 ribu, Anda sudah dapat bermain wahana Banana Boat dan Ice Cream bersama orang-orang terkasih.

                Jika belum puas bermain air, Pulau Tidung masih memiliki persediaan amunisi terakhir, yakni Jembatan Cinta, jembatan penghubung Pulau Tidung besar dan kecil. Menurut mitos yang beredar, jika sepasang kekasih bergandengan tangan ketika berjalan di sepanjang Jembatan Cinta, hubungan mereka akan langgeng sampai tua.

Sunset di Jembatan Cinta
                Setelah selesai memanjakan diri menikmati jernihnya laut, Anda dapat mengistirahatkan diri sejenak menunggu terbenamnya matahari di ufuk barat. Tentu saja hal ini juga menjadi salah satu daya tarik Pulau Tidung yang dikelilingi oleh gugusan pantai.

                Hanya dengan sedikit mengayuh sepeda dari homestay, pengunjung bisa kembali masuk ke area pantai. Berbekal uang Rp 5 ribu, Anda sudah memiliki akses untuk memarkir sepeda. Tak jauh dari tempat parkir, pengunjung dapat kembali menemui para penjual makanan khas pulau yang bermunculan saat petang.

                Setelah barisan penjual makanan terlewati, pengunjung bisa melanjutkan perjalanan kembali ke atas Jembatan Cinta untuk menikmati terbenamnya matahari. Disinilah spot yang lagi-lagi ramai oleh pengunjung. Tak mau melewatkan kesempatan, mereka mulai melakukan “ritual” orang kota, yaitu berfoto bersama.

                Lelah “berpetualang”, kini akhirnya para wisatawan dapat membaringkan diri sejenak untuk menyambut esok hari.

                Di hari kedua, pengunjung kembali disuguhi hangatnya matahari pagi sambil menikmati sarapan yang disediakan pihak homestay. Sembari bercengkrama, pengunjung homestay kembali diingatkan untuk mempersiapkan barang bawaan yang akan dibawa pulang.

                Sekitar pukul 11 siang, kapal jemputan telah tiba dari Jakarta untuk membawa kami pulang ke Pulau Jawa. Cukup merogoh kocek sekitar 70 ribu rupiah, tiket pulang pergi dengan kapal sudah didapat.

Jika Anda tak ingin repot mengurus keperluan administrasi di pulau, Anda dapat menggunakan jasa travel. Terdapat banyak jasa travel yang menyediakan berbagai paket yang bisa dipilih, dengan harga mulai Rp 400 ribu hingga Rp 1 juta, Anda sudah tak perlu repot memikirkan penginapan dan konsumsi.

Pada akhirnya, satu per satu tempat duduk mulai diisi segerombol orang. Para wisatawan pun kembali diberangkatkan ke Pulau Jawa dengan memboyong kenangan di Pulau Tidung yang tak terlupakan.