Oleh
Tristin Hartono (14150098)
Oktober, 2017, ketika
saya bersama teman-teman iseng merencanakan perjalanan ini, “Bangkok?”, “Jogja aja,” “Nggak ah, Jogja lebih horor daripada Bali, “Kalau gitu kita ke Bali aja! “Atau mau ke Malang?” percakapan ini berlanjut, sehingga masih
di bulan yang sama, pesawat dengan penerbangan Jakarta-Denpasar dan sebaliknya di tanggal 2 dan 4
Februari sudah terpesan untuk 5 orang.
“…and welcome to Bali.” Tutup seorang wanita dari pengeras suara di
pesawat yang memecah keheningan di otak saya, menguapkan memori yang teringat
ketika perjalanan ini hanya sebuah guyonan belaka.
Kami sampai di pintu
kedatangan ketika seorang tour guide
yang juga teman salah satu ‘wali’ (pembina kegiatan gereja‒red) kami menyambut
dengan senyuman. “Kenalin, ini
namanya Ko Puji,” ujar pembina wanita kami, Ci Feciana. Mengikuti budaya kami
semua, yakni etnis Tionghoa, adalah hal biasa untuk memanggil “Cici” dan
“Koko”.
The Adventure Begins
Perjalanan ini diawali
dengan santap siang di Warung Cahaya yang menyediakan hidangan non-halal. Lalu
setelah melakukan check-in di hotel, perjalanan
dilanjutkan dengan mengunjungi Pantai Canggu di Kuta Utara. “Akhirnya, udara pantai!” saya membatin.
Saat itu matahari masih tinggi, yang untungnya berbanding lurus dengan semangat
kami.
Angin yang berembus
pelan melahirkan deburan ombak yang tenang, hingga mengantarkan saya pada
ketenangan sementara dari hiruk pikuk Kota Jakarta. Meski pasir pantai terlihat
agak kotor dan berwarna gelap, namun view
berupa anjing liar yang tinggal di pura dekat pantai membuat saya dapat melihat,
bagaimana anjing dapat hidup berdampingan dengan manusia.
Setelah beberapa kali
mengambil swafoto bersama, tiba-tiba seekor anjing ras besar berwarna hitam
mendatangi saya. Sembari menggigit botol minum bekas berisi sedikit pasir, ia
melepaskan gigitannya, membiarkan botol itu terjatuh di kaki saya.
Meski belum kenal,
namun anjing betina yang akhirnya diketahui bernama “Stanley” ini tidak
berusaha menghindar atau menggigit ketika saya usap kepalanya. Kode yang ia
kirim saya jawab dengan mengambil botol yang ia berikan, lalu melemparnya ke
arah laut. Ia berlari dengan semangat, mengambil botol mainannya tersebut, lalu
kembali ke kaki saya melakukan hal yang sama.
Perjalanan dilanjutkan
dengan menikmati gelato yang konon
hanya ada di Bali, sebab sisanya hanya ada di luar Indonesia, Gusto Gelato namanya. Harga yang
ditawarkan pun setara dengan lezatnya varian rasa es krim yang beragam, mulai
dari spicy chocolate, hingga lemongrass (sereh) dan Kemangi.
Hari pertama di Bali
ditutup dengan berbelanja di Krisna, Kuta, di mana sebelumnya kami sudah
menyantap Soto Bakso Warung Wijaya. Saya sangat menyarankan Anda untuk mencoba
soto bakso yang terdapat di Jalan Kuta Raya ini jika Anda adalah penyuka soto
daging, sebab kuah yang disajikan sangat khas dengan tambahan daging dan bakso
sapi yang kenyal dan juicy.
Burn the Skin!
Di hari kedua, kami
mengunjungi tempat yang tak terduga. Sejak meninggalkan hotel, saya terlelap
akibat didukung cuaca agak mendung, dan menyerahkan rencana perjalanan kepada
Ci Feciana dan Ko Puji. Selang beberapa waktu, saya dibangunkan dengan
penampakan tebing kapur yang menjulang tinggi dan lebar menghiasi jalanan.
Setelah mengikuti jalan
menanjak ke arah puncak tebing, tampaklah proyek megah setinggi 120 meter yang
melibatkan ratusan seniman dan ‘trailer’nya
sudah ada sejak 1997 di Desa Ungasan, Kuta Selatan. Ya, patung Garuda Wisnu
Kencana (GWK)… dari jarak dekat! Meski patung ini terkenal, namun belum banyak
wisatawan yang bertandang ke tempat ini.
Patung Garuda Wisnu Kencana. (Dok. Penulis) |
Perjalanan dilanjutkan
ke Pantai Melasti. Namun, mobil terhenti di pinggir jalan. Ko Puji mengiyakan
permintaan kami untuk berfoto di jalan aspal dekat Banyan Tree Chapel yang dihiasi dengan pepohonan dan tebing kapur.
“Yuk, kita naik tangga dekat sini,” ujarnya setelah kami selesai berfoto.
Jalan di pinggir Banyan Tree Chapel. (Dok. Penulis) |
Awalnya saya bingung,
sebab pantai tujuan kami sudah terlihat di depan mata dan kami seharusnya turun
ke arah pantai, bukannya naik. Namun, saya hanya mengikuti arahan tour guide. Bagi Anda yang kurang kuat
menanjak tangga dan tidak berani dengan ketinggian, tur ini kurang disarankan.
Kami mendaki kurang
lebih hampir 100 anak tangga, lalu menapaki jalan setapak dengan bebatuan
licin, dan kami sampai di bebatuan karang terjal nan tinggi. Inilah yang
disebut dengan surga yang terletak di balik tebing kapur berkelok. Cahaya
matahari yang bersembunyi di balik awan sirostratus dan deburan ombak dari
bawah sana menjadi pelengkap tur Pantai Melasti ini.
Asik berfoto di tebing
tak membuat kami melupakan tujuan utama, pantai! Kami kembali ke mobil, lalu Ko
Puji mengantarkan kami ke ujung pantai Melasti yang benar-benar tidak dijamah
pengunjung. Tidak heran, pantai kecil yang dihiasi aspal yang hancur terkena
abrasi ini sepertinya sering pasang ketika hujan, dan pasir hitamnya didominasi
oleh batu besar, sayangnya, hanya saya yang menyukai suasana ini.
Berkeliling Discovery Mall, berbelanja sandal yang
hanya tersedia di Bali, Fipper, dan
menyantap Babi Guling Bu Dayu menjadi penutup di hari kedua ini. Rasanya saya
masih butuh beberapa hari lagi untuk berkelana menjelajahi Bali. Namun, waktu
berkata lain, saya harus segera berkemas agar esok pagi dapat pergi ke gereja
dan meninggalkan hotel lebih cepat.
Good Bye Bali
Sepulang dari gereja,
kami menyantap sarapan sate babi di Jalan Buni Sari, lalu melancong ke toko
snack kekinian, Rasalokal, dan lanjut ke Beachwalk, Kuta, sebelum akhirnya
makan Nasi Tempong Indra di Jalan Dewi Sri, Legian, dan mengakhiri perjalanan
kami di Bali.
Overall,
perjalanan pertama ke Bali selama 3 hari 2 malam ini cukup berkesan bagi saya
yang menyukai petualangan di tempat yang tidak terlalu ramai. Meskipun saya
tidak terlalu menikmati wisata kuliner dan merasa kurang puas karena tidak
mengunjungi pura karena berhalangan, namun kebersamaan di perjalanan adalah hal
yang saya utamakan walau harus membiarkan kulit saya terbakar akibat harus
mengabadikan momen terbaik kami.
Jika Anda berminat
untuk melakukan perjalanan ke Bali bersama rombongan kecil dan ingin lebih
mengeksplor tempat-tempat unik yang mungkin sangat jarang dikunjungi wisatawan,
Anda dapat menyewa jasa tour guide Ko
Puji dengan menghubungi nomor WhatsApp +62-818-0886-3212/+62-813-5366-1688. Dengan
harga bersahabat, Anda sudah dapat berkeliling Bali dan mendapat teman tour guide baru lho, hihihi… (TH)
wahhh menarik... edisi sisi bali yang lain wkwkw
BalasHapus